Tradisi inilah yang bakalan selalu ada ketika sebuah acara pernikahan desa di rayakan di saat waktu ngunduh manten dari pihak mempelai wanita datang beserta rombongan keluarga ke rumah pengantin laki-laki.
Budaya jagongan atau lungguhan dan lebih di kenal dengan istilah "netebi temanten" hingga kini memang masih di lakukan oleh setiap warga desa yang sedang melaksanakan hajatan pernikahan.
Tradisi temanten desa seperti di daerah gunung dieng dengan cara yang sederhana di mana sebelum acara ngunduh manten di lakukan akan ada undangan pemberitahuan kepada semua undangan baik muda maupun tua.
Yang muda jagongan atau berkumpul bersama sebelum pengantin laki-laki di boyong ke pihak mempelai wanita, biasanya mereka akan di suguhi wedangan [ welcome drink ], acara makan bareng, dan tentunya juga akan ada pembagian tugas yaitu membagikan undangan ke para tamu yang akan ikut serta dalam acara tasyakuran , di laksanakan di malam harinya.
Begitu juga yang tua lungguhan di dominasi kaum kesepuhan laki-laki juga di persilakan untuk lenggahan [ ala dieng ], di persilakan menikmati hidangan ala kadarnya dan mempunyai tugas seperti menunggu tamu rombongan tiba serta ikut mendampingi perwakilan mempelai wanita datang hingga rombongan temanten pria keluar rumah menuju perjalanan ke pihak pengantin wanita untuk melanjutkan prosesi selanjutnya di esok harinya yaitu ijab qobul [ akad nikah ].
Setelah prosesi ngunduh manten selesai mereka [ kaum undangan kesepuhan ] akan segera berpamitan kepada yang sedang melaksanakan hajatan manten tersebut. Pernikahan di sekitar desa gunung dieng memang masih melestarikan adat lokal seperti jagongan / lungguhan.