Punthuk Duruk, Tradisi Jadul Nikahan Desa Di Gunung Dieng


Sebuah acara perkawinan yang sudah berlangsung lama di kawasan pegunungan dieng yaitu adanya tradisi pernikahan dengan sebutan punthuk duruk atau istilah yang sering di gunakan masyarakat ketika ada acara pernikahan di desa-desa sekitaran pegunungan dieng, di mana dalam acara pernikahan tersebut cenderung pasangan mempelai di jodohkan oleh kedua orang tua masing-masing dan alasan tingkat ekonomi menjadi tolak ukur utama bagi para orang tua untuk menjodohkan anak-anak kepada calon pengantin yang mempunyai derajat sosial dan ekonomi yang setaraf.

Sehingga ibarat kata "sebuah bukit yang di urug [menambah gundukan tanah] dengan bukit lain maka tinggi tanah dan besar bukit tersebut semakin kokoh tidak akan di miliki atau berpindah ke tempat lainnya. Semboyan bibit,bebet,dan bobot hanyalah simbol hisapan jempol belaka ketika sebuah pernikahan jaman dulu yang di utamakan pasangan dengan latar belakang harta benda saja.
Lambat laun tradisi jadul atau sering di sebut punthuk duruk di acara nikahan desa pun kini mulai di tinggalkan oleh sebagian masyarakat di pegunungan dieng apabila sebuah pernikahan di lakukan tanpa dasar saling mencintai pasangan itu sendiri yang nantinya terkadang juga beresiko dengan penceraian dan rusaknya hubungan antar keluarga pengantin. Tradisi jaman dulu dengan pemahaman yang sederhana banyak menimbulkan perselisihan, ketika pernikahan dengan adanya unsur paksaan, pernikahan dini, dan pernikahan hanya memprioritaskan status sosial dan ekonomi semata.

Dan kini lain dulu lain sekarang, semua sudah berubah seiring jaman disaat masyarakat sedikit banyak mulai mengenal dunia luar terutama bagi calon pasangan pengantin muda, sumber daya manusia di desa telah mengenal pengetahuan baik di media sosial dan banyaknya informasi yang mudah di dapatkan di tengah kemajemukkan di jaman modern seperti sekarang ini.
Masih adakah tradisi jadul ' punthuk duruk di desa kamu ?

Tidak ada komentar

temanten desa. Diberdayakan oleh Blogger.